PROSES TERBENTUKNYA PULAU MALUKU
OLEH:
SITI KHOTIJAH
PAMOLANGO
451414039
Dosen Pembimbing
Ibu Intan Noviantari Manyoe, S.Si., M.T
Program Studi S1 Pendidikan Geografi
Jurusan Ilmu & Teknologi Kebumian
Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan
Alam
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2016
Proses Terbentuknya Pulau Maluku
Selama proses pembentukan daratan dan Pulau
Maluku, terjadi terus menerus penekanan dua lempeng di Samudera Pasifik yang
membentang di utaranya, penekanan lempeng Pasifik akibat kondisi anomaly
magnetic yang tidak beraturan itu mampu menarik lebih kuat
lempeng-lempeng kecil di Samudera Pasifik yang sudah terpecah-pecah lalu
bergerak ke perairan Laut Maluku dan Kepulauan Sangihe. Proses penarikan oleh
akumulasi dari polarisasi anomali yang kompleks. Terbentuk pola pembenturan
simpang empat di Kepulauan Halmahera dan Teluk Tomini. Lempeng Maluku yang
berada diantara kelima lempeng tersebut mengalami penghancuran dan terlumatkan
ke dalam Lempeng Halmahera.
Secara geologi dan tektonik Halmahera cukup
unik, karena pulau ini terbentuk dari pertemuan 3 lempeng, yaitu Eurasia,
Pasifik dan Indo-Australia yang terjadi sejak zaman kapur. Di selatan Halmahera
pergerakan miring sesar Sorong ke arah barat bersamaan dengan Indo-Australia
struktur lipatan berupa sinklin dan antiklin terlihat jelas pada Formasi Weda
yang berumur Miosen Tengah-Pliosen Awal. Sumbu lipatan berarah Utara-Selatan,
Timur Laut – Barat Daya, dan Barat Laut-Tenggara.
Dari gambar rekontruksi Rob Hall
mengenai tektonik Indonesia pada 55-41 juta tahun yang lalu dapat dilihat bahwa
sudah terbentuk cikal bakal pulau Maluku yaitu lengan Maluku Utara,lengan
tersebut terbentuk karena adanya zona subduksi antara lempeng Eurasia
denganlempeng Indo-Australia.
Kemudian pada 40-20 juta tahun yang lalu cikal
bakal Maluku utara tersebut mengalami pemekaran dengan munculnya pulau yang
melengkapi pulau Maluku utara seperti yang terlihat saat ini.
Kemudian pada 10 juta tahun yang lalu
terbentuklah pulau Maluku yang terdorong kebagian atas akibat pertemuan
lempeng, hingga menempati posisi yang berada di bagian Timur Laut pulau
Sulawesi.
Maluku adalah sebuah provinsi di Indonesia.
Ibukotanya adalah Ambon. Pada tahun 1999, sebagian wilayah Provinsi Maluku
dimekarkan menjadi Provinsi Maluku Utara, dengan ibukota di Sofifi. Provinsi
Maluku terdiri atas gugusan kepulauan yang dikenal dengan Kepulauan Maluku.
Wilayah Kepulauan Maluku terletak pada posisi 2°30'−9° LS sampai 124°−135° BT (Utrecht
1998), dengan luas wilayah daratan dan lautan 57.326.817 ha. Luas lautan
sekitar 90% atau 52.719.100 ha, sedangkan luas daratannya hanya sekitar 10%
atau 4.625.416 ha (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku 1999).
Maluku sering dijuluki dengan Provinsi Seribu
Pulau, karena wilayah daratannya didominasi oleh pulau-pulau kecil. Jumlah
pulau di Provinsi Maluku berdasarkan identifikasi citra satelit dari LAP AN
mencapai 1.412 buah (Titaley 2006). Luas pulau-pulau di Maluku berkisar antara
< 761−18.625 km2. Pulau dengan luas kurang dari 1 juta ha dikategorikan
sebagai pulau kecil (Monk et al. 2000).
Dengan kriteria tersebut, hanya Pulau Seram
dengan luas 1,86 juta ha (Nanere 2006) yang tidak termasuk pulau kecil. Selain
Pulau Seram, pulau-pulau lain yang memiliki luas lebih besar dibandingkan
dengan pulau-pulau kecil lainnya adalah Pulau Yamdena, Buru, Wokam, Kobrour,
dan Trangan. Selebihnya adalah pulau-pulau kecil dan bahkan terpencil yang
jumlahnya mencapai 1.406 buah.
Maluku adalah merupakan suatu wilayah
inoinesia yang berupa kepulauan seperti yang dijelaskan diatas. Untuk itu
disini kami akan membahas kepulauan maluku sesuai dengan kondisi beberapa
pulaunya.
Kabupaten-kabupaten di Maluku beserta Ibu
Kotanya
A. PETA GEOLOGI MALUKU
Dari peta geologi kepulauan maluku diatas
nampak bahwa kepulauan maluku terbagi atas dua bagian yaitu Maluku dan Maluku
Utara. Secara geologi, Maluku terletak pada lempeng sunda sedangkan
MalukunUtara terletak pada lempeng Filipina. Disebelah barat dari kepulauan
Maluku merupakan mikro kontinen yatu berupa pulau sulawesi. Sedangkan disebelah
timur kepulauan merupakan lempeng dari Samudera Pasifik.
B. SETTING GEOLOGI MALUKU
Kepulauan Maluku ini merupakan ujung yang
terpisah dari Sistem Pegunungan Sunda. Pada Mesosoikum jalur orogen kawasan ini
masih merupakan satu kesatuan dengan Sistem Pegunungan Circum-Australia. Pada
Paleozoikum akhir, orogenesa dimulai dengan penurunan geosinklin di Cekungan
Banda bagian tengah. Daerah ini merupakan pusat diatrofisma. Dari sini
deformasi menyebar ke arah utara (Sistem Seram) dan selatan (Sistem
Tanimbar), yang di dihubungkan oleh sektor Kai dan busur Banda yang hadir
sampai Tersier. Evolusi busur banda ini secara umum sesuai dengan proses
pembentukan pegunungan dari Kepulauan Indonesia.Saat ini Sistem usur Banda
mempunyai anomali isostatik negatif yang kuat. Ini menunjukkan bahwa pada jalur
ini terdapat energi potensial yang diperkirakan merupakan busur inti dan
kerak batuan sialik dengan densitas rendah. Busur ini belum terkonsolidasi
dengan kuat, mempunyai temperatur tinggi, dan banyak mengandung gas dengan
kekentalan rendah. Kondisi ini menunjukkan adanya magma aktif yang memberikan
gaya vertikal jika kondisi memungkinkan.
Pada zaman Pleistochen, daratan pulau Ternate
masih merupakan satu daratan dengan pulau-pulau seperti; Morotai, Halmahera,
Hiri, Maitara, Tidore, Mare, Moti, Makian, Kayoa, Bacan dan sebagainya yang
terletak pada rankaian gunung berapi Zone Maluku Utara. Deretan pulau-pulau ini
berada di sepanjang pantai barat pulau Halmahera di Propinsi Maluku Utara.
Perubahan alam yang terjadi selama ratusan-ribu tahun dan pergeseran kulit bumi
secara evolusi telah membentuk pulau-pulau kecil di sepanjang "Jazirah
tuil Jabal Mulku", (Istilah yang sering dipergunakan oleh Buya Hamka).
Halmahera adalah merupakan Pulau Induk dari di kawasan ini, yang menjadi
dataran tertua, selain pulau Seram di Maluku Tengah.
C. STRUKTUR GEOLOGI
MALUKU
Potensi hidrokarbon di Maluku bagian Utara
diketahui dari kondisi tektonik dalam hal ini keberadaan cekungan - cekungan
laut dalam. Terdapat 5 (lima) cekungan laut dalam Maluku Utara yaitu antara
lain:
-
Cekungan Obi Utara dan Cekungan Obi SelatanKedua cekungan ini
bentuk memanjang dengan kedalaman lebih 1000 meter. Cekungan Obi Utara berarah
utara - selatan, di bagian barat dibatasi oleh patahan - patahan naik dari
jalur tumbukan di Laut Maluku. Sedangkan cekungan Obi Selatan berarah timur -
barat dan di batasi oleh Pulau Obi di bagian barat. Kedua cekungan ini di isi
oleh material-material volkanik dan volkanik klastik serta kemungkinan batu
gamping
-
Cekungan Halmahera Utara dan Cekungan Halmahera Selatan.Kedua
cekungan ini merupakan cekungan busur belakang yang terbentuk pada "Zaman
Neogen" yang didasari oleh batuan ofiolit, batuan busur gunung api serta
batuan sedimen cekungan ini lebih dari 2000 meter, bentuk cekungan menyerupai
jajaran genjang, sedangkan ukuran Cekungan Halmahera Selatan lebih besar dari
Cekungan Halmahera Utara, yang dipengaruhi oleh batuan-batuan ofiolit dan
malange yang berasal dari lengan Timur Halmahera dan batuan-batuan
volkanik dari lengan Barat Halmahera
-
Cekungan Halmahera Timur.Menurut Pertamina tahun 1993, cekungan
dan sumber daya gas di Maluku Utara memperlihatkan terdapat pada
Cekungan-cekungan Obi Utara, Obi Selatan, Halmahera Selatan, Halmahera Utara
dan Halmahera Timur dengan sumberdaya kurang dari 3 triliun kaki kubik (TCF).
Sementara menurut IAGI tahun 1985, sumber daya minyak dan gas bumi diperkirakan
masing - masing 0,1780 juta barel dan 0,2016 TSCF.
·
Pulau Mangole
Pulau Mangole dapat dikelompokkan ke dalam
tipe pulau tektonik teras terangkat. Sejumlah penelitian yang berkaitan dengan
geologi telah pernah dilakukan di wilayah ini. Sebagaimana dikutip oleh
Hehanussa dan Sukmayadi, 1993 beberapa peneliti geologi terdahulu di wilayah
ini adalah Bouwer (1921 dan 1926), Koolhoven(1930), Sukamto (1975), Silver
(1977), dan Pigram (1983). Pemetaan geologi bersistem dengan skala 1: 250.000
dilakukan oleh Surono dan Sukama dari Direktorat Geologi,
Departemen Energi dan Sumber dayaMineral.
Menurut Surono dan Sukama, 1985. Sebagaimana yang disajikan dalam Peta Geologi
lembar Sanana skala 1:250.000, Pulau Mangóle termasuk bagian dari blok tektonik
Banggai-Sulayang terdiri dari kelompok Pulau-pulau Mangóle, Sulabesi, dan
Taliabu di sebelah timur dan Pulau-pulau Banggai dan Peleng di sebelah baratnya
dan sejumlah pulau kecil lainnya.
Pulau Mangóle terutama tersusun dari batuan
granit, sedimen Formasi Kabauw, dan Formasi Tanamu yang terdiri dari napal,
batu gamping, serpih, dan batuan gunung api. Batuan granit terutama terdapat di
bagian timur pulau sementara bagian baratnya didominasi sedimen dan batuan
gunung api Mangóle yang mengisi bagian selatan hingga tengah pulau. Batuan
malihan hanya terdapat di selatan dalam luasan yang sempit, demikian juga batu
gamping hanya terdapat di bagian barat sebelah utara dengan penyebaran yang
sempit. Formasi Tanamu mempunyai penyebaran yang agak luas, terutama di bagian
tengah pulau. Secara tidak selaras di atas Formasi Tanamu diendapkan lapisan
tipis teras terumbu koral terangkat dan endapan pantai dalam luasan yang
sempit, kurang dari 800 m dan ketebalan kurang dari 10 meter tersebar sepanjang
pantai, teluk dan sekitar tanjung
Dari peta kegempaan (zona seismik) yang
dikeluarkan BMG, daerah ini termasuk wilayah yang mempunyai intensitas
kegempaan yang cukup tinggi Pulau Mangóle yang merupakan bagian Blok Banggai-Sula
dikelilingi oleh sesar dan zona peminjaman aktif, baik di utara maupun bagian
selatan. Dua kali gempa besar yang potensial menimbulkan bahaya tsunami pernah
terjadi di daerah ini yaitu tahun 1929 dan tahun 1965 dengan kerugian yang
cukup besar. Dalam Peta Geologi lembar Sanana (Surono dan Sukarna, 1985) banyak
terdapat gejala kontak tektonik seperti sesar geser dan sesar normal. Gejala
struktur yang besar mendominasi pada arah barat – timur.
·
Pulau ternate
Dilihat dari sudut geologis, pulau Ternate
merupakan salah satu dari deretan pulau yang memiliki gunung berapi, dari
barisan garis: ”strato vulkano active at south pacific” yang melintang di
kawasan Asia timur ke Asia tenggara, dari utara ke selatan. Salah satu yang
masih aktif di kepulauan Maluku Utara adalah gunung “Gamalama” di pulau Ternate
dengan ketinggian 1.730 m. (Bangsa Portugis menyebut dengan; Nostra Senora del
Rozario).
Gunung berapi aktif yang sering mengakibatkan terjadinya letusan dan aliran lahar. Selain itu, terdapat lahan berkelerengan besar dengan volume luasan yang cukup besar, sehingga sulit dikembangkan untuk kegiatan permukiman dan industri. Dilihat dari aspek geologi dan jenis tanah, kota Ternate dan sekitarnya terdiri dari tanah regosol yang memiliki bahan induk utama batu pasir yang baik untuk kebutuhan material bangunan. Sedangkan tanah podsolik merupakan tanah batuan beku yang memiliki daya dukung terhadap beban bangunan yang sangat baik. Sebagai kota kepulauan yang didominasi lahan bergunung, pengembangan lahan untuk perkotaan terbatas di wilayah pesisir meskipun tidak menutup kemungkinan untuk pengembangan reklamasi kawasan pantai.
Gunung berapi aktif yang sering mengakibatkan terjadinya letusan dan aliran lahar. Selain itu, terdapat lahan berkelerengan besar dengan volume luasan yang cukup besar, sehingga sulit dikembangkan untuk kegiatan permukiman dan industri. Dilihat dari aspek geologi dan jenis tanah, kota Ternate dan sekitarnya terdiri dari tanah regosol yang memiliki bahan induk utama batu pasir yang baik untuk kebutuhan material bangunan. Sedangkan tanah podsolik merupakan tanah batuan beku yang memiliki daya dukung terhadap beban bangunan yang sangat baik. Sebagai kota kepulauan yang didominasi lahan bergunung, pengembangan lahan untuk perkotaan terbatas di wilayah pesisir meskipun tidak menutup kemungkinan untuk pengembangan reklamasi kawasan pantai.
Dari sejumlah lahan pesisir yang ada, masih
banyak lahan yang belum dimanfaatkan sebagai lahan budidaya, dan dari 5 pulau
yang ada, pulau Ternate merupakan pulau yang paling pesat pertumbuhannya.
Keterbatasan daya dukung ruang fisik kota Ternate, diikuti pula dengan
keberadaan gunung berapi Gamalama di tengah-tengah pulau Ternate yang masih
aktif dan sulit diprediksi keaktifannya. Keberadaan gunung ini menjadi pembatas
dalam pengembangan lahan perkotaan. Kondisi topografi lahan kepulauan Ternate
adalah berbukit bukit dengan sebuah gunung berapi yang masih aktif dan terletak
ditengah pulau Ternate.
Secara geografi fisik, Kota Ternate terdiri dari pulau-pulau dengan jarak yang bervariasi, ada yang cukup dekat dan adapula yang cukup jauh. Dengan kondisi fisik yang demikian, maka perkembangan Kota Ternate, akan mengalami banyak tantangan dan kendala diakibatkan oleh faktor jarak tersebut, khususnya menyangkut strategi keterhubungan atau saling tunjang diantara pulau-pulau tersebut.
Secara geografi fisik, Kota Ternate terdiri dari pulau-pulau dengan jarak yang bervariasi, ada yang cukup dekat dan adapula yang cukup jauh. Dengan kondisi fisik yang demikian, maka perkembangan Kota Ternate, akan mengalami banyak tantangan dan kendala diakibatkan oleh faktor jarak tersebut, khususnya menyangkut strategi keterhubungan atau saling tunjang diantara pulau-pulau tersebut.
·
Pulau Buru
Penentuan struktur yang berkembang di
Wapsalit, yang terletak di Kabupaten Buru, maluku adalah hasil dari penarikan
kelurusan morfologi baik kelurusan sungai, punggungan pada citra landsat maupun
peta topografi DEM dan pengamatan langsung di lapangan yang diperlihatkan
dengan ditemukannya cermin sesar, kekar, offset litologi, gawir, longsoran dan
triangular facet. Sesar-sesar yang berkembang dikelompokkan menjadi Sesar
Wapsalit, Sesar Waekedang, Komplek Sesar Waemetar, Sesar Normal Debu. Untuk
Sesar Waetina, Sesar Waehidi, Sesar Waepata dan Sesar Resun ditentukan
berdasarkan kelurusan sungai, kelurusan topografi dan triangular facet. Pola
umum tektonik yang terbentuk di daerah survei tersusun oleh sesar-sesar dengan
jenis oblik dengan arah barat laut-tenggara dan barat daya-timur laut.
Sesar Wapsalit berarah hampir baratdaya-timurlaut sebagai struktur tua jenis oblique (menurun menganan). Indikasi sesar dicirikan dengan ditemukannya cermin sesar dengan arah sekitar N 50° E/ 65° pitch 25°-N 65°E / 65° dengan sudut pitch 30° ke Tenggara, zona hancuran dan longsoran di sepanjang jalan utama setelah dusun wapsalit ke arah Sungai Waehidi.
Sesar Waetina berarah hampir baratdaya-timurlaut, berdasarkan struktur regional sesar ini berjenis mendatar menganan dengan arah sekitar N 225°E. Keberadaan sesar ini dilapangan dicirikan oleh kelurusan topografi dan tebing di sekitar Dusun Waeplan serta longsoran di Sungai Waeplan berarah hampir baratdaya – timurlaut dengan arah sekitar N 220° E ditarik berdasarkan kelurusan topografi.
Sesar Wapsalit berarah hampir baratdaya-timurlaut sebagai struktur tua jenis oblique (menurun menganan). Indikasi sesar dicirikan dengan ditemukannya cermin sesar dengan arah sekitar N 50° E/ 65° pitch 25°-N 65°E / 65° dengan sudut pitch 30° ke Tenggara, zona hancuran dan longsoran di sepanjang jalan utama setelah dusun wapsalit ke arah Sungai Waehidi.
Sesar Waetina berarah hampir baratdaya-timurlaut, berdasarkan struktur regional sesar ini berjenis mendatar menganan dengan arah sekitar N 225°E. Keberadaan sesar ini dilapangan dicirikan oleh kelurusan topografi dan tebing di sekitar Dusun Waeplan serta longsoran di Sungai Waeplan berarah hampir baratdaya – timurlaut dengan arah sekitar N 220° E ditarik berdasarkan kelurusan topografi.
Sesar Resun berarah hampir baratdaya-
timurlaut dengan arah sekitar N 70° E , ditarik berdasarkan kelokan sungai yang
tajam serta kelurusan topografi.
Sesar Waekedang berarah hampir baratlaut-
tenggara. Sesar ini berjenis oblique (menurun mengiri) dengan arah sekitar N
320° E. Penarikan sesar didasarkan oleh kelurusan manifestasi mata air panas,
kelurusan sungai dan zona hancuran di sepanjang dinding sungai.
Sesar Debu berarah hampir baratlaut- tenggara. Sesar ini berjenis sesar normal dengan kelurusan sekitar N 335° E, blok bagian timur laut sebagai hanging wall. Penarikan sesar didasarkan atas kelurusan topografi dan munculnya rawa di sepanjang perjalanan ke dusun Debu.
Komplek Sesar Waemetar dengan arah barat laut - tenggara sekitar N 175°E/ 65° sudut pitch 30°, arah barat daya – timur laut sekitar N 240° E / 70° sudut pitch 15° dengan arah pergeseran relatif ke timur, N 256° E/ 70° sudut pitch 60° dengan arah pergerakan ke tenggara. Arah hampir barat-timur sekitar N 105° E/ 20° dengan sudut pitch 20°, arah pergerakan relatif tenggara.
Sesar Debu berarah hampir baratlaut- tenggara. Sesar ini berjenis sesar normal dengan kelurusan sekitar N 335° E, blok bagian timur laut sebagai hanging wall. Penarikan sesar didasarkan atas kelurusan topografi dan munculnya rawa di sepanjang perjalanan ke dusun Debu.
Komplek Sesar Waemetar dengan arah barat laut - tenggara sekitar N 175°E/ 65° sudut pitch 30°, arah barat daya – timur laut sekitar N 240° E / 70° sudut pitch 15° dengan arah pergeseran relatif ke timur, N 256° E/ 70° sudut pitch 60° dengan arah pergerakan ke tenggara. Arah hampir barat-timur sekitar N 105° E/ 20° dengan sudut pitch 20°, arah pergerakan relatif tenggara.
D. STRATIGRAFI MALUKU
·
Banggai-Sula
Stratigrafi batuan pada blok tektonik
Banggai-Sula sebagaimana disajikan oleh Surono dan Sukama (1985) berurutan dari
tua ke muda adalah sebagai berikut :
Batuan malihan, terdiri dari sekis, genes, amfibolit, filit, batu pasirmalihan dan argilit. Batuan malihan ini diterobos oleh batuan granit (Granit Banggai). Granit Banggai ini lebih lanjut dapat dibedakan menjadi granit, granit biotit, granit muskovit, dan granodiorit.
Batuan malihan, terdiri dari sekis, genes, amfibolit, filit, batu pasirmalihan dan argilit. Batuan malihan ini diterobos oleh batuan granit (Granit Banggai). Granit Banggai ini lebih lanjut dapat dibedakan menjadi granit, granit biotit, granit muskovit, dan granodiorit.
Di atas batuan Malihan dan Granit Banggai
secara tidak selaras dijumpai Formasi Kabauw yang terdiri dari selang seling
konglomerat, batu pasir, dan serpih bersisipan batubara. Formasi Kabauw
diperkirakan mencapai tebal 200 m dan tersingkap di Sungai Kabauw di sebelah
barat Pulau Sulabesi. Kalkarenit terpilah buruk, berukuran pasir kasar hingga
sedang, membulat tanggung.
Selanjutnya di atasnya ditemukan batu gamping
Formasi Peleng yang terdiri dari batu gamping terumbu terangkat berumur
Pleistosen hingga Resen. Endapan alluvial; yang terdiri dari pasir, kerikil,
kerakal dan lumpur ditemukan disepanjang sungai, terutama muara. Hanya sedikit
batuan malihan yang tersingkap di Pulau Mangóle yaitu di pantai sebelah selatan
pada ujung timur pulau.
·
Pulau Buru
Secara umum batuan di pulau Buru didominasi
oleh batuan malihan, batuan sedimen berupa batugamping ,batupasir dan
konglomerat. Batuan tertua yang tersingkap adalah Sekis, danbatuan vulkanik
yang tersingkap adalah tuf sisipan lava (basaltik/andesitik). Pulau Buru
termasuk sebagai mikro kontinen dari lempeng Australia dan bagian dari busur
banda bagian dalam yang memiliki kondisi geologi yang kompleks.
Daerah panas bumi Wapsalit, yang terletak di
Kabupaten Buru, maluku dibagi menjadi 4 satuan batuan, yaitu satuan batuan
metamorfik/ malihan, satuan batulempung, satuan undak sungai dan satuan
aluvium. Batuan metamorfik yang didominasi oleh filit, batu sabak, batu tanduk
(hornfels), kuarsit, skiss dan arkosa. Penentuan umur radiometric dengan
menggunakan mineral zirkon menunjukkan umur dari kuarsit adalah berumur Permian
Akhir ( 265 MA). Batulempung (Kpll) tersebar di daerah Metar selang-seling dengan
batupasir kasar dengan arah/kemiringan (strike/dip) sekitar N 275°E/15°- N 310°
E/10°, ditemukan pengarangan kayu warna hitam kecoklatan menyerupai gambut yang
mengindikasikan lingkungan pengendapan pada lingkungan darat.
Tebal dari batulempung sekitar 20-150 cm.
Batupasir kasar berwarna abu-abu kecoklatan, butiran sedang- kerikil , struktur
sedimen penghalusan ke arah atas (graded bedding). Tebal dari batupasir antara
30-50 cm. Berdasarkan kesebandingan regional umur dari satuan ini adalah
Kuarter Awal (Plistosen). Satuan Undak Sungai (Kpul) tersebar daerah Dusun
Debu, Metar, Wae Tina dan Wae Flan. Litologi satuan ini didominasi oleh batuan
sedimen rombakan berupa konglomerat berwarna coklat kemerahan-kehitaman,
butiran mulai dari kerikil-kerakal, terpilah sangat buruk. Komponen/fragmen
tersusun oleh batuan metamorfik seperti filit, skiss, sabak, kuarsit, pasir dan
lempung. Satuan ini menindih selaras satuan batulempung dan diperkirakan
berumur Kuarter Awal (Plistosen).
Satuan Alluvium (Qal), menempati sekitar
pedataran sungai Wae Apo tersusun oleh lempung, pasir, bongkahan batuan
metamorf yang lepas-lepas yang berada di pinggir Sungai Wae Apo yang merupakan
sungai tua dengan gosong pasir/ sand bar yang luas.
Batuan Ubahan, alterasi yang terjadi pada batuan merupakan proses hidrotermal akibat reaksi antara fluida dengan batuan asal yang biasanya dipengaruhi oleh suhu, tekanan, jenis batuan asal serta komposisi fluida (khususnya pH). Fluida yang bersifat asam yang terjadi pada kedalaman dangkal dan elevasi yang relatif tinggi cenderung akan mengubah batuan asal menjadi mineral lempung.
Batuan Ubahan, alterasi yang terjadi pada batuan merupakan proses hidrotermal akibat reaksi antara fluida dengan batuan asal yang biasanya dipengaruhi oleh suhu, tekanan, jenis batuan asal serta komposisi fluida (khususnya pH). Fluida yang bersifat asam yang terjadi pada kedalaman dangkal dan elevasi yang relatif tinggi cenderung akan mengubah batuan asal menjadi mineral lempung.
Pada lokasi survei alterasi batuan berada di
daerah Sungai Wae Kedang/Pemali mencakup daerah yang cukup luas ± 35.000 m2 .
Ubahan yang terbentuk merupakan hasil interaksi antara fluida yang dibawa oleh
air panas melalui bidang lemah/sesar yang mengalami kontak dengan batuan
metamorfik/malihan jenis filit.
Halis analisis petrografi menunjukkan batuan
metamorf yang terdapat di Sungai Pemali dan Sungai Waemetar menunjukkan
struktur foliasi filonite dan skistose pada mineral kuarsa dan grup mika, yang
merupakan ciri khas pada batuan filit dan skis sedangkan struktur granulose
merupakan indikasi untuk batuan kuarsit yang didominasi oleh mineral kuarsa.
Hasil analisis PIMA (Portable Infrared Minerals Analyzer) menunjukkan daerah
alterasi yang berada di Sungai Pemali tersusun oleh mineral – mineral lempung
seperti kaolinite, halloysite, dickite, illite dan mineral alunite. Munculnya
illite menunjukkan temperatur pembentukannya berada pada suhu yang cukup
tinggi, antara 240 - 300°C menunjukkan tipe hidrotermal pada zona phyllic.
Sedangkan munculnya mineral alunit menunjukkan tipe hidrotermal pada zona
advance argilic, mineral alunit biasanya berasosiasi dengan tipe air panas asam
dengan sulfida tinggi. Sedangkan mineral kaoline, halloysite dan dickite
menunjukkan temperatur pembentukan yang lebih rendah dan biasanya termasuk pada
zona hidrotermal argilik.
Stratigrafi batuan dibagi menjadi 4 satuan
dengan urutan dari tua ke muda, terdiri dari batuan metamorf, satuan
batulempung, satuan undak sungai, dan alluvium. Batuan tertua berumur 265 ± 0,2
ma atau Permian Akhir. Peranan struktur Sesar Waekedang yang berarah Barat Laut
–Tenggara sangat penting sebagai kontrol geologi dan panas bumi di daerah
manifestasi. Suhu tertinggi mencapai 101.3 °C, berada di S. Pemali termasuk
sistem dominasi air (hot water dominated) Sumber panas diperkirakan berupa
tubuh intrusi/ vulkanik yang belum muncul kepermukaan.